Lingkungan Bisnis Yang
Mempengaruhi Perilaku Etika
Lingkunngan bisnis yang
mempengaruhi etika adalah lingkungan makro (memepengaruhi kebiasaan yang tidak
etis yaitu bribery, coercion, deception, theft, unfair dan discrimination) dan
lingkungan mikro (bisnis harus percaya bahwa dalam berhubungan dengan supplier
atau vendor, pelanggan dan tenaga kerja atau karyawan).
Saling tergantungan antara
bisnis dan Masyarakat
Banyaknya masyarakat yang belum
mengenal apa itu etika dalam berbisnis, menimbulkan anggapan bahwa dalam
berbisnis tidak perlu menggunakan etika, karena urusan etika hanya berlaku di
masyarakat yang memiliki kultur budaya yang kuat. Tetapi pada kenyataannya
etika tetap saja masih berlaku dan banyk diterapkan di masyarakat itu sendiri,
dan tidak terkecuali didalam perusahaan. Etika di lingkungan perusahaan sangat
diperlukan. Selain sebagai sebuah organisasi yang memiliki struktur yang cukup
jelas dalam pengelolaannya, perusahaan juga merupakan tempat interksi antar
pribadi maupun institusi yang terlibat di dalamnya. Sehingga kecenderungan
untuk terjadinya konflik dan terbukanya penyelewengan sangat mungkin terjadi,
baik dalam manajemen ataupun personal dalam setiap team maupun hubungan
perusahaan dengan lingkungan sekitar. Untuk itu, etika sangat diperlukan
sebagai kontrol akan kebijakan, demi kepentingan perusahaan.
Kepedulian Pelaku Bisnis
Terhadap Etika
Selain mempunyai tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelaku bisnis juga dituntut untuk peduli
dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi juga
bertanggung jawab terhadap kehidupan sosial terhadap masyarakat sekitarnya,
terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dan
sebagainya. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, antara lain yaitu :
1. Pengendalian Diri
Pelaku bisnis dan pihak terkait mampu mengendalikan diri mereka
masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk
apapun. Dengan kata lain, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan
dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan
tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi
penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah
etika bisnis yang “etis”.
2. Pengembangan Tanggung Jawab
Sosial (Social Responsibility)
Dalam hal ini pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan
masyarakat, bukan hanya dalam bentuk materi. Artinya kesempatan yang dimiliki
oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu
terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku
bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang
berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu
mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat
sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan
tidak mudah terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan
teknologi.
Dalam hal ini bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi
dan teknologi, melainkan perkembangan informasi dan teknologi harus
dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian terhadap golongan yang lemah dan
tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya transformasi informasi dan
teknologi.
4.
Menciptakan persaingan yang sehat
Didalam dunia bisnis kata-kata persaingan mungkin bukan hal yang baru
bagi pelaku bisnis. Persaingan dalam dunia bisnis terjadi guna meningkatkan
efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah,
dan sebaliknya. Harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan
golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangan perusahaan besar mampu
memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam
menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia
bisnis tersebut.
5.
Menerapkan konsep “ Pembangunan
Berkelanjutan ”
Selain memikirkan keuntungan, pelaku bisnis perlu memikirkan bagaimana
dengan keadaan di masa mendatang. Berdasarkan hal ini, jelas pelaku bisnis
dituntut untuk tidak mengeksploitasi lingkungan dan keadaan saat sekarang
semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang
walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6.
Menghindari KKN
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap ini, kita yakin tidak
akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala
bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang
mencemarkan nama bangsa dan negara.
Perkembangan
Dalam Etika Bisnis
Perhatian etika untuk bisnis
dapat dikatakan seumur dengan bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu dalam
bisnis, mengurangi timbangan atau takaran, berbohong, dan sebagainya merupakan
contoh konkrit adanya hubungan antara etika dan bisnis. Namun demikian bila
menyimak etika bisnis seperti dikaji dan dipraktekan sekarang, tidak bisa
disangkal bahwa terdapat fenomena baru dimana etika bisnis mendapat perhatian
yang besar dan intensif. Tahun 1970-an etika bisnis mencapai status ilmiah dan
akademis dengan identitas sendiri. Untuk memahaminya, menurut Richard De
George, pertama-tama perlu membedakan antara ethics in business dan business
ethics.
Masa lahirnya etika bisnis
terdapat dua faktor yang medorong kelahiran etika bisnis pada tahun 1970-an.
Pertama sejumlah filosofi mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah
sekitar bisnis dan etika bisnis senagi suatu tanggapan atas krisis moral yang
sedang meliputi dunia bisnis d Amerika Serikat. Kedua terjadinya krisis moral
yang dialami oleh dunia bisnis. Pada saat ini mereka bekerja sama khususnya
dengan ahli ekonomi dan manajemen dalam meneruskan tendensi etika terapan.
Sepuluh tahun kemudian etika bisnis mulai merambah dan berkembang meluas di
Eropa. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya perguruan tinggi di Eropa
Barat yang mencantumkan mata kuliah etika bisnis. Pada Tahun 1987 didirikan
European Ethics Nwork (EBEN) yang bertujuan menjadi forum pertemuan antara
akademisi dari universitas, sekolah bisnis, para pengusaha dan wakil-wakil dari
organisasi nasional dan internasional.
Masa etika bisnis menjadi
fenomena global pada tahun 1990, ketika bisnis telah menjadi fenomena global
dan bersifat nasional, internasional, dan global seperti bisnis itu sendiri. Di
Indonseia sendiri pada beberapa perguruan tinggi terutama pada program
pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika bisnis. Selain itu bermunculan
pula organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian khusus tentang etika
bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan etika usaha Indonesia (LSPEU
Indonesia) di Jakarta.
Etika
Bisnis Dalam Akuntansi
Untuk menegakkan akuntansi
sebagai sebuah profesi yang etis, dibutuhkan etika profesi dalam mengatur
kegiatan profesinya. Etika profesi itu sendiri, dalam kerangka etika merupakan
bagian dari etika sosial. Karena etika profesi menyangkut etika sosial, berarti
profesi akuntansi dalam kegiatannya pasti berhubungan dengan orang atau pihak
lain (publik). Dalam menjaga hubungan baik dengan pihak lain tersebut akuntan
haruslah dapat menjaga kepercayaan publik.
Dalam menjalankan profesinya
seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama
kode etik Ikatan Akuntansi Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntansi Indonesia
merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada
akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan
masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana
untuk klien, pemakai laporan keungan atau masyarakat pada umumnya, tentang
kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.
Contoh Kasus Etika Bisnis
Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar. Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari produk-produk lainnya. PERMASALAH Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie. Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah.
Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie. A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%. Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah. Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker. Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
Contoh Kasus Etika Bisnis
Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar. Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari produk-produk lainnya. PERMASALAH Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie. Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah.
Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie. A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%. Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah. Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker. Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
www.enomutzz.wordpress.com/2011/11/03/perilaku-etika-dalam-bisnis
http://darylagustian.blogspot.com/2012/12/contoh-kasus-etika-bisnis-indomie-di.html
http://darylagustian.blogspot.com/2012/12/contoh-kasus-etika-bisnis-indomie-di.html