HUKUM PERJANJIAN


Standar Kontrak
Menurut Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis  tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu kontrak harus berisi:
  1.  Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
  2.  Subjek dan jangka waktu kontrak.
  3.  Lingkup kontrak.
  4.  Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
  5.  Kewajiban dan tanggung jawab
  6.  Pembatalan kontrak

Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
  • Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
  • Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Pengertian Hukum Perjanjian
Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Menurut Rutten
Perjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hokum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.

Macam-macam Perjanjian
Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Perbedaan tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Perjanjian timbal balik.
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya, perjanjian jual- beli.

b. Perjanjian Cuma- Cuma dan perjanjian atas beban.
Perjanjian dengan Cuma- Cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan
bagi salah satu pihak saja. Misalnya, hibah. Perjanjian atas beban adalah perjanjian terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

c. Perjanjian bernama (benoemd, specified) dan perjanjian tidak bernama (onbenoemd, unspecified).
Perjanjian bernama (khusus) adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya ialah perjanjian- perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang- undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi seharihari. Perjanjian bernama terdapat dalam bab V s.d.XVIII KUH Perdata. Diluar perjanjian bernama tumbuh perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian- perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata, tetapi terdapat dimasyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas. Lahirnya perjanjian ini adalah berdasarkan asas kebebasan mengadakan perjanjian atau partij otonomi yang berlaku di dalam hukum perjanjian. Salah satu contoh dari perjanjian adalah perjanjian sewa- beli.

d. Perjanjian campuran (contractus sui generis)
sehubungan dengan perbedaan diatas perlu dibicarakan perjanjian campuran. Perjanjian ialah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya, pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa-menyewa), tetapi menyajikan makanan (jual-beli) dan juga memberikan pelayanan. Terhadap perjanjian campuran itu ada berbagai paham.
- paham pertama : mengatakan bahwa ketentuan- ketentuan mengenai perjanjian khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari perjanjian khusus tetap ada (contractus sui generis).
 
- Paham kedua : mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah ketentuan- ketentuan dari perjanjian yang paling menentukan (teori absorpsi).
 
- Paham ketiga: mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan undang-undang yang diterapkan terhadap perjanjian campuran itu adalah ketentuan undang-undang yang berlaku untuk itu (teori kombinasi).

e. Perjanjian Obligatoir
Perjanjian obligatoir adalah perjanjian antara pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan). Menurut KUHP Perdata, perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan beralihnya hak milik dari penjual kepada pembeli. Untuk beralihnya hak milik atas bendanya masih diperlukan satu lembaga lain yaitu penyerahan. Perjanjian jual belinya itu dinamakan perjanjian obligatoir karena membebankan kewajiban (obligatoir) kepada para pihak untuk melakukan penyerahan (levering). Penyerahannya sendiri merupakan perjanjian kebendaan.

f. Perjanjian Kebendaan (zakelijke overeenkomst)
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian hak atas benda dialihkan/diserahkan (transfer oftitle) kepada pihak lain. 

g. Perjanjian konsensual dan perjanjian Riil.
Perjanjian konsensual adalah perjanjian diantara kedua belah pihak yang telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUHPerdata, perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat ( pasal 1338 KUHPerdata). Namun demikian didalam KUHPerdata ada juga perjanjian-perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang. Misalnya , perjanjian penitipan barang (pasal 1694 KUHPerdata), pinjam pakai (pasal 1740 KUHPerdata). Perjanjian yang terakhir ini dinamakan perjanjian riil yang merupakan peninggalan hukum Romawi.

h. Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya.
1. Perjanjian Liberatoir
yaitu perjanjian para pihak yang membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan hutang (kwijschelding) pasal 1438KUHperdata;

2. Perjanjian pembuktian (bewijsovereenkomst)
yaitu perjanjian antar para pihak untuk menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka.

3. Perjanjian untung-untungan
misalnya, perjanjian asuransi, pasal 1774 KUHPerdata;

4. Perjanjian public
yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintahan), misalnya, perjanjian ikatan dinas dan perjanjian pengadaan barang pemerintah (Keppres no. 29/84)



Syarat-syarat sahnya perjanjian
Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat :

a. Mereka sepakat untuk mengikatkan diri;
b. Cakap untuk membuat suatu perikatan;
c. Suatu hal tertentu;
d. Suatu sebab yang halal.

Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subjektif karena kedua syarat tersebut
mengenai subjek perjanjian sedangkan kedua syarat terakhir disebutkan syarat objektif
karena mengenai objek dari perjanjian.

Dengan dilakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti kedua pihak
haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat sesuatu tekanan

yang mengakibatkan adanya “cacat” bagi perwujudan kehendak tersebut.
Pengertian sepakat dilukiskan sebagai persyaratan kehendak yang disetujui
(overeenstemende wilsveklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte).
Pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi. Selalu diopertanyakan saat-saat terjadinya perjanjian antar pihak. Mengenai hal ini ada beberapa ajaran yaitu :
a.    Teori kehendak (wilstheorie)
mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan melukiskan surat.

b.    Teori pengiriman (verzendtheorie)
mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang mernerima tawaran.

c.    Teori pengetahuan (vernemingstheorie)
mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima.

d.    Teori kepercayaan (vertrowenstheorie)
mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan. Dilihat dari syarat-syarat sahnya perjanjian ini, dibedakan bagian perjanjian, yaitu bagian inti (wanzenlijke oordeel), sub bagian inti disebut esensialia dan bagian yang bukan inti disebut naturalia dan aksidentialia.

Esensialia
Bagian ini merupakan sifat yang harus ada didalam perjanjian, sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta (constructieve oordeel).

Naturalia
Bagian ini merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian, seperti menjamin tidak ada cacat dari benda yang dijual (vriijwaring).

Aksidentialia
Bagian ini merupakan sifat yang melekat pada perjanjian yang secara tegas diperjanjikan oleh para pihak.


Pelaksanaan Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.

Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.

Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena:

1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan  atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat Hukum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian

Berakhirnya Perjanjian
Di dalam KUHPerdata mengatur juga tentang berakhirnya suatu perikatan. Cara berakhirnya perikatan ini diatur dalam Pasal 1381 KUHPerdata yang meliputi:

A.    berakhirnya perikatan karena undang–undang :
      1. konsignasi;
      2. musnahnya barang terutang;
      3. daluarsa.


B.     berakhirnya perikatan karena perjanjian dibagi menjadi tujuh yaitu:
      1. pembayaran;
      2. novasi (pembaruan utang);
      3. kompensasi;
      4. konfusio (percampuran utang);
      5. pembebasan utang;
      6. kebatalan atau pembatalan, dan
      7. berlakunya syarat batal.


C. Disamping ketujuh cara tersebut, dalam praktik dikenal pula cara berakhirnya perjanjian (kontrak), yaitu:
      1. jangka waktu berakhir;
      2. dilaksanakan obyek perjanjian;
      3. kesepakatan kedua belah pihak;
      4. pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak, dan
      5. adanya putusan pengadilan



Sumber :



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: