KAJIAN USAHA MIKRO INDONESIA

REVIEW JURNAL

Nama Kelompok:
Nuryana                                         25210226
Shinta Nur Amalia                          26210523
Yusuf  Fadillah                               28210800
Yoga Wicaksana                            28210647
Crishadi Juliantoro                          21210630


ABSTRACK
Charactheristic yang dimiliki oleh perusahaan kecil tanda-tanda beberapa kelemahan yang potensi menghasilkan beberapa masalah. Dan penelitian ini memiliki tujuan untuk mengiden tifikasi profil, peran, masalah usaha kecil, dan juga pada saat yang sama untuk merekomendasikan model pengembangan perusahaan Indonesia kecil.  Sedangkan lokasi dan objek penelitian adalah di Barat Sumatera, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan. Penelitian  menggunakan metode survei, pengolahan data dengantabulasi dan analisis data  telah  dilakukan oleh deskriptif.
Dari hasil studi dapat conclused bahwa: 
1)     Pengembangan usaha kecil adalah  programe  nasional yang merupakan bagian integral dari program pengembangangeneralisasi.
2)        Untuk membantu dalam meningkatkan kemampuan  pengusaha  kecil,  diperlukan pelatihanterpadu dari setiap elemen 
3)        Diperlukan beberapa cara berkembang untuk meningkatkan akses bagiusaha kecil ke bank dengan:
(a)  Mengembangkan sistem perbankan korporasi, yang merupakanbank besar  harus menjadi lokomotif untuk membantu bank-bank kecil seperti BPR, sehingga dapat meningkatkan layanan untuk perusahaan kecil di daerah itu sendiri
(b)   Menyederhanakan prosedure klausul dan kredit, 
(c)    Menggunakan wilayah otonom untuk membuat bekerja sama bagian antara  deprtementterkait dan Bagian dijamin untuk memperpanjang anggaran untuk sektor strategis yang memiliki luasmempengaruhi
(d)   Dibutuhkan membantu mitra untuk membantu dalam proses  mengakses  dana perbankan.
Sedangkan untuk saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 
·         Memperbaiki akses dari pengusahakecil untuk layanan moneter dari bank,
·         Meningkatkan efisiensi dan dukungan pemerintah 
·         Accsess Perbaiki dari pengusaha kecil, layanan lain moneter koperasi dan Keuangan  Mikro Lembaga  (LKM).
BAB I
Pendahuluan
1.1  Latar belakang
 
  Krisis ekonomi yang memporak-porandakan perekonomian nasional tahun 1997
yang lalu membangkitkan kesadaran pentingnya peran Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) sebagai “ tulang punggung “ perekonomian Indonesia. Berdasarkan kriteria BPS,
jumlah usaha kecil di Indonesia tahun 2002 sebanyak 40.1195.611 usaha kecil dan
Karakteristik yang dimiliki oleh usaha mikro mengisyaratkan adanya kelemahankelemahan
yang potensial menimbulkan berbagai masalah internal terutama yang berkaitan dengan pendanaan. Walaupun pemerintah telah mengeluarkan berbagi kemudahan dengan paket-paket kebijakan untuk mendorong kehidupan sektor usaha kecil tersebut. pemberdayaan usaha mikro
dinilai masih strategis dan sangat penting dalam mendukung perekonomian nasional. Peran strategis tersebut antara lain :
a. Dengan jumlah yang sangat banyak usaha kecil berpotensi menciptakan lapangan
kerja yang luas bagi masyarakat
b. Kontribusi terhadap PDB menurut harga berlaku sebesar 63,11 %
c. Usaha kecil merupakan pelaku ekonomi utama yang berinteraksi langsung dengan
konsumen
d. Mempunyai implikasi langsung untuk meredam persoalan-persoalan yang
berdimensi sosial politik,

1.2 Identifikasi masalah
Hasil studi Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, menunjukkan bahwa usaha mikro memiliki permasalahan yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
a. Sistem pembukuan yang relative sederhana dan cenderung mengikuti kaidah
administrasi standar, sehingga datanya tidak up to date. Hal tersebut mengakibatkan
sulitnya menilai kinerja usaha mikro.
b. Margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat ketat
c. Modal terbatas
d. Pengalaman manajerial perusahaan terbatas.
e. Skala ekonomi yang terlalu kecil sehingga sulit mengharapkan penekanan biaya
untuk mencapai efesiensi yang tinggi.
f. Kemampuan pemasaran, negosiasi dan diversifikasi pasar yang terbatas.
g. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal yang rendah, karena
keterbatasan sistem administrasi.

1.3 Tujuan dan manfaat
Kajian ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui profil usaha mikro di Indonesia
b. Mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh usaha mikro
c. Menyusun model pengembangan usaha mikro yang bersifat aplikatif.
Manfaat
Hasil kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai rekomendasi yang aplikatif
dalam rangka merumuskan kebijakan pengembangan usaha mikro pada khususnya
dan pemberdayaan UMKMK pada umumnya.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Landasan teori
Usaha mikro mempunyai peran yang penting dalam pembangunan ekonomi, karena intensitas tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dan investasi yang lebih kecil, sehingga usaha mikro lebih fleksibel dalam menghadapi dan beradaptasi dengan perubahan pasar. pengembangan usaha mikro dapat memberikan kontribusi pada diversifikasi ekonomi dan perubahan struktur sebagai prakondisi pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang stabil dan berkesinambungan.
Dengan mempertimbangkan kelangkaan modal dalam negeri dan tingginya pertumbuhan
angkatan kerja yang berlanjut, maka perkembangan usaha mikro merupakan elemen kunci dalam setiap strategi penciptaan lapangan kerja dalam negeri. Daya saing ekonomi nasional dipengaruhi oleh daya saing dan kondisi usaha mikro. Sebagai pemasok input, komponen dan jasa, usaha mikro mempengaruhi daya saing perusahaan besar, termasuk investor asing yang dapat menciptakan peluang pasar usaha mikro. Dengan demikian pengembangan usaha mikro merupakan elemen terpadu dalam strategi daya saing nasional dan terkait erat dengan kebijakan promosi dan investasi. Di Indonesia terutama didaerah pengembangan usaha mikro menjadi kunci dalam usaha mengatasi kemiskinandan pembangunan ekonomi daerah yang lebih berimbang.

2.Kerangka pikir
Salah satu sifat usaha mikro adalah kemampuannya untuk beradaptasi terhadap
perubahan kondisi perekonomian dunia dibandingkan dengan perusahaan besar, oleh
yang dinamis. Lingkungan terbaik untuk pengembangan bisnis usaha mikro adalah
suatu lingkungan dimana pasar untuk input dan output berfungsi secara efektif dalam
menyediakan berbagai jasa yang memungkinkan pertumbuhan bisnis. Dalam lingkungan
ini, pemerintah seyogyanya terfokus pada fungsi intinya secara efisien dari pada
membuat distorsi dalam pasar. Pengalaman baru diberbagai negara industri menunjukan
bawa kebijakan deregulasi telah berhasil mendorong pertumbuhan lapangan kerja,
lingkungan yang kondusif dan kompetitif bagi usaha mikro yang berperan sebagai motor
pengerak penyesuaian dan perubahan struktural.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Obyek Penelitian
Daerah/ provinsi yang menjadi obyek penelitian adalah : Nusa Tenggara Barat.
Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Sumatera Barat.

3.2. Ruang lingkup kajian meliputi:
a. Mengidentifikasi kondisi usaha mikro,(fokus kajian pada usaha mikro yang bergerak
pada usaha tanaman pangan semusim dan aspek perdagangan).
b. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi usaha mikro dalam pengembangan
usahanya
c. Mengidentifikasi dukungan perkuatan bagi perkembangan usaha mikro dengan
mengkaji alternatif sumber pembiayaan lainnya (misal modal syariah, dan modal
ventura).

3.3 Prosedur Penelitian
Kajian ini dilaksanakan dengan methode survey dan diskusi daerah. Data primer
diperoleh dari data lapang dengan cara wawancara menggunakan daftar pertanyaan,
serta diskusi daerah. Data sekunder diperoleh dari berbagai referensi, laporan hasil
penelitian, dan dokumen dari berbagai instansi terkait. Pengolahan data dengan cara
tabulasi , sedang analisa data menggunakan analisa deskriptif sederhana

4. KEBIJAKAN USAHA MIKRO DAN PENYALURAN KREDIT MIKRO DI DAERAH
 Pengertian dari kredit mikro sangat terkait dengan pengertian usaha mikro. Secara universal pengertian kredit mikro antara lain diantaranya: Adalah definisi yang dicetuskan dalam pertemuan  Definisi kredit mikro di atas bukanlah harga mati, tentu saja definisi yang lebih luas tentang kredit mikro tergantung dari masing-masing negara. Namun pada dasarnya ada beberapa kriteria dasar dalam menjalankan program kredit mikro yang meliputi:

4.1. Pemanfaatan Dana Perbankan oleh Usaha Mikro
Dari hasil kajian dan data BPS (2000) ditunjukkan bahwa meskipun kebijakan dan
program pemberdayaan UKM khususnya : mendorong komitmen perbankan untuk melayani usaha kecil dan mikro dengan mewajibkan seluruh bank menyalurkan 22,5 % sampai 25 % dari total kreditnya untuk usaha kecil dan meningkatkan plafon kreditnya dari Rp 250 juta menjadi Rp 350 juta, ternyata hanya sebagian kecil dari industri kecil (IK) dan industri rumah tangga (IRT) yang memanfaatkan dana perbankan untuk menutupi kekurangan modalnya. Industri kecil yang memanfaatkan pinjaman modal dari bank baru 37,4 % , sedang industri rumah tangga baru 8,6 %. IK dan IRT lebih banyak memanfaatkan tambahan modal dari pihak-pihak lain seperti koperasi, modal ventura, lembaga non bank , keluarga, perorangan, dan lainnya. Rendahnya persentase IK dan
IRT memanfaatkan dana perbankan karena sulit memenuhi persyaratan perbankan,
birokrasi, dan prosedur yang cukup rumit
4.2. Hasil analisis SWOT usaha mikro di Indonesia ditunjukkan:
4.3Strenght (keunggulan)
Usaha Mikro memiliki keunggulan komparatif :
a. Usaha Mikro beroperasi menebar di seluruh pelosok dengan berbagai ragam bidang
usaha;
b. Usaha Mikro beroperasi dengan investasi modal untuk aktiva tetap pada tingkat
yang rendah;
c. Sebagian besar Usaha Mikro dapat dikatakan padat karya (labour intensive)
d. Hubungan yang erat antara pemilik dan karyawan menyebabkan sulitnya terjadi
PHK (Pemutusan Hubungan kerja).
4.3 Weakness (kelemahan)
a. Pemasaran (permasalahan persaingan pasar dan produk; permasalah akses
terhadap informasi pasar, dan permasalahan kelembagaan pendukung usaha mikro
b. Permodalan
c. Marjin Usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat tinggi
d. Kemitraan
e. Sumberdaya Manusia. Struktur organisasi dan pembagian kerja/ tugas kurang
atau tidak jelas, bahkan sering mengarah pada one man show. Sulit mencari dan
mempertahankan tenaga kerja atau pegawai yang memiliki loyalitas, disiplin,
kejujuran, dan tanggung jawab yang cukup tinggi. Kemampuan manajerial
perusahaan masih lemah.
f. Keuangan. Belum mampu memisahkan manajemen keuangan perusahaan dan
rumah tangga. Belum mampu melakukan perencanaan, pencatatan serta pelaporan
keuangan yang rutin dan tersusun baik
4.4 Opportunity
a. Ketika dunia terpadu secara ekonomi, bagian komponen-komponennya menjadi
lebih banyak, lebih kecil, dan lebih penting. Secara serentak ekonomi global
berkembang, sementara ukuran bagian-bagiannya menyusut. Makin besar dan
terbuka ekonomi dunia, akan makin besar peran usaha-usaha mikro (John Naisbitt,
Global paradox)
b. Perusahaan Multinasional (MNC) cenderung melakukan desentralisasi manajemen
yang dikelola secara otonom dalam unit-unit yang lebih kecil yang memberikan
kesempatan usaha mikro untuk aktif
c. Perbaikan akses pasar dan penghapusan Multifiber Arrangement (MFA)
kesepakatan GATT, yang mana dari jenis-jenis produk tersebut baik pertanian
maupun produk-produk dalam rangka MFA pada dasarnya merupakan barangbarang
yang diproduksi oleh usaha mikro
4.5 Threat
a. Dalam persaingan global dan kelonggaran pasar akan mengundang para pesaing
dari sesama negara berkembang, sehingga dapat diduga persaingan harga akan
menjadi lebih ketat, sama seperti persaingan non harga.
b. Hanya perusahaan yang efisien dan produktif yang mampu memanfaatkan peluang
tersebut. Padahal usaha mikro belum mampu mempertahankan kualitas produk,
memiliki jaringan pemasaran terbatas, kesulitan menjaga kesinambungan delivery
(pengiriman), serta lemah dalam promosi.
4.6. Faktor- faktor yang masih menjadi kendala dalam peningkatan daya saing
dan kinerja usaha mikro antara lain:
1. Lemahnya sistem pembiayaan dan kurangnya komitmen pemerintah bersama
legislatif terhadap dukungan permodalan usaha mikro sehingga keberpihakan
lembaga-lembaga keuangan dan perbankan masih belum seperti diharapkan;
2. Kurangnya kemampuan usaha mikro untuk meningkatkan akses pasar, daya saing
pemasaran, serta pemahaman regulasi pasar baik pasar domestik maupun pasar
global;
3. Terbatasnya informasi sumber bahan baku dan panjangnya jaringan distribusi,
lemahnya kekuatan tawar-menawar khususnya bahan baku yang dikuasai oleh
pengusaha besar, mengakibatkan sulitnya pengendalian harga;
4. Belum tercapainya blue print platformteknologi dan informasi yang meiputi masalah
regulasi, pembiayaan, standarisasi, lisensi, jenis tekologi tepat guna, dan fasilitas
pendukung teknologi kerja yang mampu digunakan sebagai keunggulan bersaing;
5. Masih rendahnya kualitas SDM yang meliputi aspek kompetensi, keterampilan,
etos kerja, karakter, kesadaran akan pentingnya konsistensi mutu dan standarisasi
produk dan jasa, serta wawasan kewirausahaan;
6. Proses perijinan badan usaha, paten, merk, hak cipta, investasi, ijin ekspor impor
yang masih birokratis dan biaya tinggi serta memerlukan waktu yang panjang;
7. Keberadaan jasa lembaga penjamin, asuransi, dan jasa lembaga keuangan non
bank lainnya masih belum mampu melayani usaha mikro secara optimal;
8. Tidak berfungsinya secara baik lembaga promosi pemerintah di dalam menunjang
promosi produk dan jasa usaha mikro baik untuk pasar domestik maupun pasar
global.

4.7 Hambatan pasar usaha mikro, yang ditemukan dari kajian ini yaitu;
1) Distorsi segmen pasar bawah karena penyediaan berbagai jasa pembinaan yang
bebas biaya oleh pemerintah dan para donor
2) Penyediaan jasa yang tidak memadai
3) Kelangkaan modal kerja dan pendanaan
Untuk mengatasi hambatan ini, diusulkan penggunaan instrumen sebagai berikut;
1) Skema voucher, untuk mendukung usaha mikro saat pasca pendirian dan formalisasi
usaha.
2) Skema matching grant untuk diagnostik usaha dan pengembangan strategi usaha
jangka menengah.
3) Skema matching grant untuk pengembangan produk dan proses kerjasama
penelitian dan pengembangan.
4) Skema matching grant untuk riset pasar input dan output.

4.7. Strategi Umum Pengembangan Usaha Mikro .
Kebijakan pengembangan usaha mikro yang efektif hendaknya dilakukan secara
lebih luas dan terpadu, bukan hanya sekedar membuat daftar program dukungan finansial
dan teknis yang berdiri sendiri tanpa adanya kaitan antara satu dengan yang lain.
Kebijakan pengembangan usaha mikro memerlukan pengkajian dan reorientasi peran
pemerintah dalam banyak aspek. Kebijakan pemerintah yang baik merupakan salah
satu isu sentral dalam pengembangan usaha mikro yang berkesinambungan, untuk itu
perlu penyempurnaan kebijakan pengembangan usaha mikro oleh pemerintah.
Pengaturan pemerintah dan implementasinya sangat mempengaruhi akses usaha mikro.
Ketidakpastian hukum akan membuat distorsi dalam pengambilan keputusan akan
menyulitkan pengembangan usaha mikro terutama dalam menghadapi pasar yang
berkembang dengan dinamis.
Pengembangan usaha mikro secara terpadu untuk meningkatkan daya saing
dan akses usaha mikro ke sumberdaya produktif perlu dilakukan melalui kebijakan
bidang: pengembangan infrastuktur, pembangunan daerah, komunikasi serta angkutan,
riset terapan dan pendidikan, promosi, perdagangan dan investasi. Otonomi daerah
juga menyebabkan peran dan tugas pemerintah kabupaten/kota dan propinsi lebih
meningkat , sehingga masih perlu kajian lebih lanjut untuk melihat labih jauh tentang
peran dan fungsi pemerintah pusat dan daerah untuk mengetahui batas peran dan
fungsi masing-masing serta mencegah terciptanya peraturan yang menghambat
perdagangan antar daerah. Disamping itu penyediaan informasi yang konsisten,
komprehensif dan terintegrasi untuk pengambilan kebijakan politik dan bisnis masih
perlu ditingkatkan.

4.8 Fasilitasi koordinasi melalui skema pembiayaan bersama.
Pendekatan baru yang dilakukan dalam pengembangan usaha mikro dan klaster di
daerah ialah pengenalan skema pembiayaan bersama (cost sharing). Melalui konsep
ini belanja daerah dapat dialihkan atau dialokasikan misalnya 40 % dan pusat
menyediakan kekurangan lainnya atau menyediakan insentif bagi stakeholder. Dengan
pembiayaan bersama ini pemerintah pusat mendapat keuntungan, karena pusat dapat
memperoleh akses langsung ke berbagai sistem dan memahami strategi yang
dikembangkan oleh daerah. Skema pembiayaan bersama didaerah akan dilengkapi
dengan matching grant scheme untuk mendukung asosiasi bisnis nasional dalam
mengembangkan inteligence pasar dalam negeri.

 KESIMPULAN DAN SARAN

1.     Pengembangan usaha mikro merupakan program nasional yang memiliki peranan
yang strategis karena merupakan bagian integral dari upaya pemerataan hasilhasil
pembangunan.
2.     Dalam rangka membantu meningkatkan kemampuan pengusaha mikro diperlukan
pembinaan secara terpadu dari semua unsur terutama dinas-dinas terkait agar
usaha mikro dapat berkembang secara berkesinambungan yang akan berdampak
pada peningkatan perekonomian daerah dan perekonomian nasional .
3.     Masih perlu dikembangkan upaya untuk meningkatkan akses usaha mikro, kepada
bank dengan cara :
a.     Mengembangkan sistim kelembagaan perbankan, Bank besar harus menjadi
lokomotif yang dapat mengandeng bank-bank kecil( BPR) agar dapat
meningkatkan pelayanan kepada pengusaha mikro di daerah.
b.    Penyederhanaan formulir dan sarana pendukung lainya untuk memberikan
kemudahan dalam prosedur perkreditan.
c.     Memanfaatkan keberadaan otonomi daerah untuk menciptakan pola
kerajasama antara dinas/instansi terkait dan lembaga penjamin untuk
memperluas pembiayaan ke sektor usaha strategis yang berdampak luas.
d.    Selama ini usaha mikro tidak mampu mengakses kredit kepada bank untuk
itu diperlukan adanya :
- Lembaga pendamping dalam proses untuk mengakses dana
- Informasi potensi pembiayaan sektor usaha yang diketahui bank.
Dengan upaya tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan usaha mikro secara optimal.
4.   Untuk meningkatkan keuangan usaha mikro yang disarankan :
1) Memperbaiki akses dari pengusaha mikro kepada layanan keuangan dari bank
2) Meningkatkan efesiensi dan jangkauan dari dukungan dan layanan pemerintah
dalam pemberdayaan keuangan pengusaha mikro, kecil, menengah dan Koperasi.
3) Memperluas akses dari pengusaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi ke layanan keuangan alternative dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM ).
4). Kredit Program agar difokuskan pada sektor yang tidak dapat dilayani oleh bank umum,
5) Mengkaji ulang peraturan Bank Indonesia tentang agunan, pembentukan penyisihan penghapusan aktiva (PPAP) dinilai mempunyai dampak yang negartif terhadap akses usaha mikro pada kredit komersial.
6) Penjaminan kredit agar diperluas dan diperbesar jumlahnya
7) Subsidi dan dukungan pemerintah bisa diperuntukkan:
 untuk menyediakan fee/marjin pengelolaan kepada bank penyalur
mengambil alih resiko serta biaya yang berhubungan dengan pemindahan
dana jangka pendek atau mata uang asing kepada kredit rupiah jangka panjang.
Subsidi suku bunga hendaknya jangan diberikan tanpa disertai dengan tujuan
dan kriteria yang jelas.

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 1992. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992.
Departemen Koperasi dan UKM, Jakarta
Anoraga, Pandji, SE, MM dan Sudantoko, Djoko, S. Sos, MM. 2002 Koperasi
Kewirausahaan, dan Usaha Kecil. Rineka Cipta, Jakarta
Cheston, Suzy dan Kuhn, Lisa, 2002. Measuring Transformation: Assessing and
Improving the Impact of Micro Credit. Washington D.C. Microcredit
SummitCampaignhttp:/www.microcreditsummit.org/papers/impactpaper.htm
Hanson, Ward, 2000. Pemasaran Internet. Edisi Keempat, South Western College
Publishing, Singapura, 2000.
Hitt, Michael A, Ireland, R. Duane, Hosjisson, Robert, Robert E, 2001. Manajemen
Strategis: Daya Saing dan Globalisasi. Edisi Keempat, South Western
College Publishing, Singapura, 2001.
Hubies, M. 1997. Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui
Pemberdayaan Manajemen Industri (Buku Orasi Guru Besar). Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Iwantono, Sutrisno. 2002. Kiat Sukses Berwirausaha: Strategi Baru Mengelola Usaha
Kecil dan Menengah, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta 2002
Hollah, Detlev. ProFI Microfinance Institution Study. SMERU Working Paper.
Denpasar, Maret, 2001.
Nasution, M.1999. KOPERASI: Pemikiran dan Peluang Pembangunan Masa
Depan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta.
Sebstad, Jennefer, Juni 1998. Toward Guidelines for Lower-Cost Impact Assessment
Methodologies for Microenterprise Programs. Discussion Paper for the
Second Virtual Meeting of the CGAP Working Group on Impact Assessment
Methodologies. Washington, D. C. USAID AIMS
Wijaya, Kresna. 2002. Kumpulan Pemikiran: Analisis Pemberdayaan Usaha Kecil.
Pustaka Wirausaha Muda, Bogor.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: